#38 Dalam Belajar Ada Kalanya Semangat, dan Ada Kalanya Jenuh

Hari keenam, Senin 6 Maret 2017

Ubaid masih belajar membiasakan diri makan dan mandi sendiri sesuai target yang ditetapkan untuknya.

Untuk urusan makan ternyata masih belum bisa konsisten. Kendala yang muncul adalah kebiasaan menonton TV di jam makan, baik sarapan maupun makan malam, sehingga ia terbiasa makan terlalu lama hingga bahkan lupa menyuapi diri sendiri karena asyik dengan film yang ditonton.

Aku akhirnya berusaha mengalihkan perhatiannya dengan mengajak ngobrol sembari makan, meskipun masih tetap memakan waktu, tapi setidaknya durasi makan masih terkontrol. Terkontrol dalam persepsiku adalah maksimal makan 40menit selesai. Dan jika sudah kelebihan dari durasi yang ditetapkan, bisa jadi selera makannya sudah hilang, dan selalu muncul alasan lain yang intinya ingin bersegera menyelesaikan aktifitas makan meskipun piring masih ada nasi dan lauk.

Aku pun jadi terbiasa memperhatikan jam mulai dia menyuap pertama sendok makannya. Jika sudah mencapai durasi 30 menit tapi masih tersisa banyak nasi, otomatis aku berusaha memfokuskan acara makannya, sebelum mood makan menghilang.

Lain hal dengan adiknya Abbaad, ketika sudah mulai lelah menyuap sendiri, biasanya ia akan mulai membuat pernyataan “kenyang” untuk menghentikan aktivitas makannya. Meskipun sebenarnya nasi di piring baru dimakan sepertiga atau bahkan hanya seperempat porsi awal.

Aku mulai mengevaluasi kebiasaan makan mereka yang sebenarnya kurang baik sejak awal. Tidak ada adab pembiasaan makan sambil ngobrol, dan tanpa siaran tv, sehingga mereka jadi disibukkan dengan tayangan kartun di tv daripada menyuapi makan diri mereka sendiri.

Mematikan tv sudah mulai kubiasakan sejak semalam. Dan cukup berhasil untuk membuat mereka disiplin makan hingga selesai.

Terkadang, anak kita tumbuh lebih cerdas dari yang orangtuanya pikirkan. Bahkan alasan yang cerdas bisa memanipulasi kejenuhan yang mereka rasakan. Hanya saja sebagai orangtua, kita harus lebih peka menangkap gejala kejenuhan mereka dalam belajar mandiri. 

#Level2

#KuliahBunSayIIP


#MelatihKemandirian

#37 Mulailah dengan Kebiasaan

Hari kelima, Minggu, 5 Maret 2017.

Kebiasaan akan menjadikan kita bisa atau mampu mengerjakan sesuatu yang semula terasa berat. Begitu pula dengan anak-anak.


Membiasakan mereka mandiri sejak dini, meskipun awalnya berat dan butuh waktu lama, akhirnya pun akan menjadi rutinitas yang terasa ringan untuk dia kerjakan sendiri hingga akhirnya bukan tidak mungkin kebiasaan mandiri akan membangun rasa inisiatif  dan motivasi dalam memulai hal-hal baru, juga menumbuhkan rasa percaya diri dalam diri anak bahwa ia sudah mampu melakukan segala sesuatu sendiri.


Membiasakan anak mandiri juga menjadi bentuk komunikasi dan kepercayaan dari orangtua kepada anak, bahwa mereka sudah layak untuk diberikan kepercayaan.


Ubaid, di hari kelima ini sudah terbiasa mandi sendiri. Walaupun untuk urusan makan, dia masih butuh disuruh terlebih dulu untuk mengambil makanannya sendiri. Tapi setidaknya, banyak bantuan yang semula masih diberikan karena kekurangan percayaan pada kemampuannya mandiri, satu persatu mulai dikurangi.

Orangtua memang selayaknya memberikan kesempatan anak mengeksplorasi kegiatannya sendiri. Dalam belajar mandiri, tidak akan pernah ada salah. Orang tua hanya perlu mengarahkan bagaimana agar kualitas dan hasilnya sejalan dengan upaya dan perjuangan yang diberikan dalam usaha yang dilakukan oleh anak.


Sampai hari ini hampir 1 pekan, dan aku merasa kemandirian. Dalam hal makan, mandi dan berpakaian si sulung sudah baik. Dan aku perlu lebih fokus pada adiknya yang nomor dua dalam melatih dirilis sendiri untuk lebih percaya diri.


Si adik nomor dua cenderung mudah menyerah dalam usahanya belajar mandiri. Mungkin karena ayahnya sangat memanjakan, hingga setiap dia meminta tolong rasanya hampir tidak pernah ada penolakan, bahkan meskipun ayahnya sudah paham dengan komitmenku untuk memandirikan dia sejak usia tiga tahun ini.


Karena target adek nomor dua hanya makan sendiri, maka fokus utamanya memang hanya itu saja saat ini. Berkali-kali mencoba meminta dia melakukan sendiri, namun akhirnya tetap saja gagal karena ayahnya kasihan jika dia harus menyuapi dirinya sendiri padahal usianya baru tiga tahun.


Semalam aku menunjukkan milestone usia tiga tahun pada ayahnya. Tapi ternyata mungkin dalam hal ini masih perlu komunikasi yang lebih baik, bahwa mendidik anak seharusnya dengan keseragaman keputusan oleh kedua orangtua, bukan dengan perbedaan pendapat antara satu dengan yang lain, dalam hal ini ayah dan ibu.


Level2

#KuliahBunSayIIP

#MelatihKemandirian

#36 Kuncinya: Sabar dan Konsisten

Hari keempat, Sabtu, 4 Maret 2017..

Bismillaah..

Aku mencoba lebih bersabar dalam upaya memandirikan anak-anak.

Progres yang besar hari ini pada si sulung Ubaid.

Meskipun agak siang sekitar jam 9 dia akhirnya mau mandi sendiri, terlebih dahulu dia buang air besar.

Urusan membersihkan kotoran tentu butuh pembiasaan dan pengajaran agar anak bersedia melakukan sendiri. Aku mencontohkan dengan kedua tangan mana yang memegang gayung dan mana yang mengambil sabun dan mencebok (maaf) dubur.

Diulang prosesnya hingga berkali-kali, dan akhirnya setelah yakin cukup bersih, Ubaid bahkan memintaku memeriksa pantatnya, apakah sudah benar-benar bersih atau belum.

“Ya! Sudah bersih, top, hebat sudah bisa cebok sendiri” kataku dengan mengacungkan jempol tangan kanan pada Ubaid.Ubaid terlihat bangga dan tersenyum lebar hingga keempat gigi seri atasnya terlihat.

Setelah urusan cebok selesai, masih ada pembelajaran mandi sendiri yang perlu lebih detail. Berhubung hari-hari sebelumnya masih diburu-buru pergi sekolah dan ke kantor, urusan mandi ini belum detail kuajarkan.

Bagian-bagian yang harus digosok dengan sabun secara detail kucontohkan. Hingga akhirnya Ubaid mengikuti..


Bahkan hingga proses menggosok gigi pagi ini pun dikerjakan sendiri olehnya. Bagaimana menyikat yang benar, kuingatkan bagaimana kartun Upin Ipin menyikat gigi dengan gerakan memutar sambil menyanyikan lagu, “Bulat..Bulat..Bulat..Bulat..Bulat..Bulat..”.

Setelah memastikan proses mandi selesai, Ubaid malah membuka mulutnya, minta aku kembali mengecek apakah nafasnya sudah wangi pasta gigi atau masih berbau makanan sarapan atau susu yang baru dia makan pagi ini.
Haha, aku memang membiaskan anak-anak menghembuskan nafasnya dengan mulut dengan minta mereka bilang, “haah” dengan mulut yang terbuka lebar. Kemudian aku maju mengendus ke dalam mulut mereka. Bagian ini adalah bentuk pembiasaan untuk memastikan bahwa proses belajar mereka memiliki kualitas yang baik dan sesuai harapan bersama. Bahwa menyikat gigi yang bersih, selain mengenai seluruh sudut gigi, juga lidah, tentu nafas akan wangi layaknya pasta gigi.
Setelah mandi, proses mengeringkan tubuh dengan handuk pun tetap dengan instruksi. Aku sengaja mengajarkan lebih detail bagian mana yang harus dilaporkan dengan handuk di hari libur kantor dan libur sekolah begini, agar lebih bisa menyerap kedalam otak sebagai bentuk pembelajaran mereka.

Terakhir proses memakan baju sendiri. Aku memahami, proses mengajarkan anak laki-laki akan berbeda dengan anak perempuan, meskipun usianya sama. Aku mengurangi banyak kata dan menggunakan kata yang lebih sedikit tapi dengan pilihan kata yang lebih tepat agar bisa diterima dan mudah diingat. Aku lebih fokus pada mempraktikkan bersama karena tentu, gesture akan mengambil peranan 55% dalam proses pembelajaran dan daya ingat pada otak anak. 

Sebagian besar anak akan kesulitan ketika memakai celana atau rok sendiri dalam pembelajaran awal memakai pakaian sendiri.

Aku membiasakan mereka untuk bersandar punggung ke dinding ketika akan mengangkat sebelah kaki ketika memasukkan kaki dalam celana. Karena keseimbangan adalah hal yang biasanya mengganggu anak dalam proses awal memakai celana.

Kuabaikan dulu bagaimana hasil dari proses memakai pakaian, entah masih miring ke kanan atau ke kiri, yang penting adalah proses mereka memakainya sendiri. 

“Yes! Sudah selesai belajarnya, nanti sore lagi ya.. kakak hebat sudah bisa cebol, mandi dan pakai baju, semuanya sendiri” pujiku dengan tetap mengacungkan jempol kanan dan tersenyum lebar padanya.
Pujian yang tepat adalah ketika aku lebih spesifik memuji hal hebat apa yang sudah mereka berhasil lakukan hari ini. Karena dengan lebih menggunakan kalimat yang spesifik, anak jadi paham bahwa proses cebok, mandi, hingga memakai baju sendiri bisa dan akan terus bisa dia lakukan sendiri selanjutnya.
Kuncinya ternyata adalah dua, sabar dan konsisten.
Serta tentu butuh waktu yang sedikit lebih lama, tapi tentu dengan begitu ke depan kita sebagai orangtua akan lebih tertolong karena mereka sudah mampu mengurus diri mereka sendiri dan terus tumbuh dewasa.

Alhamdulillah, terima kasih ya Allah, atas kesabaran hari ini dan untuk proses belajar hari ini..

#Level2

#KuliahBunSayIIP

#MelatihKemandirian

#35 Melihat konsistensi kemandirian

Sudah berjalan 2 hari pembiasaan dua bocah si sulung Ubaid (4 Tahun 11 bulan) dan si adik nomor dua, Abbaad (3 tahun 2bulan) dalam melakukan aktivitas sendiri.
Penekanan utama yang ingin kutekankan adalah membiasakan Ubaid makan dan mandi serta berpakaian sendiri, sedangkan bagi Abbaad adalah makan sendiri.

Sampai hari ketiga ini, Jum’at 3 Maret 2017, Ubaid sudah terbiasa makan sendiri, hanya perlu konsistensi seluruh orang di rumah untuk tidak lagi membantunya menyuapi makan hanya karena harus bersegera ke sekolah.
Bahkan meski harus terlambat ke sekolah, aku ingin ia terbiasa mempersiapkan dirinya sendiri sebelum ke sekolah.
Pada hari ketiga ini Abbaad masih belum bisa menerima instruksi makan sendiri. Pengasuhnya belum konsisten membiarkan dia kelaparan hingga akhirnya menyuapi kembali.terlebih karena akan berangkat sekolah, jadi ‘pertolongan’ pun kembali diberikan
Bagi saya, pertolongan menyuapi justru tidak akan menjadikan penerapan kemandirian ini mampu diterimanya.
Berhubung aku pun pekerja kantor, sehingga monitoring proses pemandirian anak-anak tidak mampu kulakukan utuh.

Hari sabtu besok, 4 Maret berhubung hari libur ngantor, aku akan mencoba lebih ketat dalam menanamkan kemandirian bagi mereka.

Bukan hasilnya yang dilihat untuk saat ini, tapi aku lebih ingin melihat dan mengapresiasi usaha mereka mau melakukan makan dan mandi sendiri tersebut.

#Level2

#KuliahBunSayIIP

#MelatihKemandirian

# 34 Masih tentang Melatih Kemandirian Anak

Mungkin bagi ibu yang bisa fullday menemani anak di rumah, mendisiplinkan anak akan terasa lebih mudah, bila dibandingkan dengan ibu bekerja. Tapi bisa jadi juga fulltime mommy justru lebih santai (kayak di pantai,pen) hingga akhirnya tidak menargetkan apa-apa dalam pendidikan anak.

Semua sah saja, karena tidak ada benar salah dalam pengasuhan anak, setiap ibu adalah pembelajar, yang harus memahami masing-masing anak hingga mereka dapat tumbuh dengan kapasitas dan kecerdasan optimal sesuai minat dan bakat masing-masing.

Bagiku yang punya tiga anak lelaki, mengajarkan kemandirian bisa dibilang susah gampang-gampang 😁

Kunci utama yang kupegang adalah, apa yang ingin kukatakan sebisa mungkin diikuti oleh semua anggota rumah, tidak ada yang menolong dalam arti ‘memanjakan’ anak.

Belajar makan sendiri pun seharusnya sudah mulai dibiasakan dan konsisten tanpa bantuan lagi. Berantakan bahkan makan yang terlalu lama sampai 1jam pun harus menjadi konsekuensi kesabaran dalam proses pembelajaran.
Aku mencoba konsisten, memberikan batas kemandirian minimum, bahwa mereka harus mampu makan sendiri tanpa pertolongan lain, meskipun bertahap dalam penyiapannya, karena aku masih membantu merlngambilkan makan dan mengatur porsi makan mereka di piring. Aku membiasakan memberikan mereka sedikit nasi, agar mereka mengenal konsep “kenyang” dan “lapar”. Karena ketika mereka masih lapar dengan nasi yang sedikit, mereka akan minta tambah dan terbiasa menyampaikan kebutuhan mereka ketika masih dirasakan lapar.

Selain mengajarkan konsep “kenyang” dan “lapar”, menyediakan nasi sedikit pun dengan tujuan melatih keberanian mereka dalam mengutarakan kebutuhan mereka.

Karena anak laki-laki yang dekat dengan ibunya, seharusnya akan lebih mudah mengungkapkan emosinya.

Ini si sulung Ubaid

Ubaid belajar merapikan makanan di piring

#Level2

#KuliahBunSayIIP

#MelatihKemandirian

#33 Melatih Kemandirian

Seorang ibu sejatinya adalah guru sekaligus murid bagi anaknya.
Guru yang mengajarkan agar anak-anaknya mampu untuk bertahap belajar proses kehidupan, dan murid yang terus belajar bagaimana caranya menjadikan anak-anaknya berhasil menjalani kehidupannya sendiri.

Dua putra pertamaku sudah masuk usia slpra sekolah. Tapi hingga kemarin aku merasa belum terbiasa membiasakan mereka mengurus dirinya sendiri. Bukan karena malas atau alasan yang lain, hanya mungkin karena aku lupa, bahwa peranku menjadi pembimbing mereka seharusnya sudah dibentuk sedari usia mereka kini. Bahwa mereka kelak akan menjalani hidupnya sendiri dan mereka harus bisa tangguh menghadapi hidupnya.
Sejak mendapati materi melatih kemandirian bagi anak, aku memutuskan untuk memulai melaksanakan hari ini..
Pagi ini keduanya kubangunkan lebih awal. Pukul 06.00 lebih awal dari jam biasa mereka terbangun. Memang keduanya sedikit mengeluh, tapi aku yakin proses ini akan menjadi biasa bagi mereka jika dikerjakan setiap hari.
Si sulung Ubaid yang sudah masuk TK kecil, duduk di kasur sekitar 2menit baru kemudian bangkit ke ruang tengah untuk duduk. 

Si adik nomor dua, Abbaad yang baru 3bulan terakhir sekolah paud, ikut bangun. 
Aku menawarkan 2 opsi pada mereka. Makan pagi atau mandi pagi lebih dulu. 

Si kakak sulung meminta makan pagi dulu. Kuambilkan makan paginya sembari bertanya ingin makan apa dengan apa. Meskipun menu sarapan sudah ada, aku tetap bertanya, karena bisa jadi apa yang ingin dia makan berbeda dengan menu yang sudah disiapkan. Sepiring nasi dengan lauk telur dadar dan kecap manis sudah kuletakkan di depan kakinya dan dengan kalimat menyemangati, “kakak kan sudah besar ya, mulai hari ini makan sendiri. Hari ini ibu ambilkan makannya, tapi besok ambil sendiri ya..?”

Dia tidak merespon, kubiarkan dia duduk hanya mengaduk-aduk isi piringnya tanpa keinginan menyuapkan ke mulut. Menit kedua, aku mengingatkan, ” kakak mau makan ini kan? Ayo dimakan, ibu tunggu sebentar  sampai kakak suap, nanti ibu tinggal urus yang lain di belakang. Kalau makannya cepat, kakak bisa mandi dan siap-siap ke sekolah, dan tidak terlambat.” Tegasku.


Mungkin dia kaget karena akhirnya aku cukup tega dengan tidak lagi membantunya makan. Dia menyendok makan sambil mata tetap melihat ke televisi. TV pun akhirnya kumatikan demi menjaga konsentrasinya agar menyelesaikan makan. Meskipun memang sudah terbiasa sarapan sambil nonton kartun, tapi kebiasaan buruk yang selama ini dibiarkan harus mulai segera kurubah demi memandirikan mereka.


Si adik nomor dua pun kutanya hal yang sama, mau makan atau mandi lebih dulu. Dan jawabannya pun mengikuti jawaban kakaknya. Begitu pula dengan menu makanannya.

Kusiapkan makannya dan kuletakkan didepan kakinya yang bersila. Namun adegan penolakan tentu saja terjadi dan tentu sudah bisa dibayangkan sebelumnya.” Ibu, tangan Aa’ lengket, tidak bisa suap”

Ah, lucunya, pengen ketawa, tapi nanti aku gagal memandirikan mereka. Juragan tawaku, dan masih dengan nada serius. “Ayo, Aa’ juga sudah besar, makan sendiri juga ya, ibu dan kakak Wati(pengasuh mereka ketika aku bekerja di kantor,~pen) tidak akan suap Aa’. Aa’ belajar makan sendiri ya. Kan anak Sholih” tegasku lagi dengan nada bicara normal

Ah, sungguh menahan tawa menghadapi polah anak keduaku ini sungguh menyiksa. Ingin tertawa tapi tidak tega juga kalau nanti dia luluh dan minta disuap lagi. Biarlah dia mandiri, ibunya harus menegarkan diri, harus menambahkan hati demi masa depan mereka.
“Tapi tangan Aa’ lengket tidak bisa suap, ibuku..” keluh Abbaad lagi..
Hihihi, akhirnya aku melunak, “coba perhatikan ibu, siapnya begini, Aa’ lapar mungkin ya, jadi tangannya lengket karena Aa’ belum ada tenaga. Karena itu Aa’ harus makan”lanjutku

20 menyebabkan berlalu, Aa’ menyerah dengan mengatakan, “Aa’ sudah kenyang, Bu”

“Oh, kalau Aa’ sudah kenyang, Aa’ tidak usah minum susu ya..”Tawaeli

Akhirnya dia menyuap nasi kembali ke mulutnya. mungkin karena aku langsung tegas di percobaan pertama memandirikan mereka, akhirnya mereka masih malas-malasan. Tapi semoga dengan membiasakan setiap pagi begini, lama kelamaan mereka terbiasa.
Butuh waktu 40menit buat kakak Ubaid menghabiskan makannya sendiri. Dan buatku itu suatu prestasi. Meskipun berhamburan di lantai, ia memungut kembali nasi yang jatuh dan memasukkan kembali kedalam piring makannya.

“Kalau nasi jatuh, diambil ya kak. Supaya berkah, disyukuri yang ada sekarang. Kalau disyukuri, nanti Allah tambah lagi nikmatnya, lebih banyak dan lebih enak, Ok?”

Tidak ada jawaban, matanya hanya menatap sesaat padaku, kemudian kembali melihat isi piringnya. Meskipun tidak ada jawaban, tapi aku yakin, pelajaran pagi ini akan dia ingat. Karena aku selalu membiasakan mengatakan padanya, kalau makan di rumah memang usahakan piring harus bersih. Tapi kalau makan diluar, jika nasi jatuh ke tanah dan pantai yang sekiranya kotor, mereka tidak perlu mengambilnya, karena akan jadi kuman penyakit.
Aa’ Abbaad mungkin memang masih belum paham kenapa dia harusandiri di usianya yang dini. Tapi jika dia melihat apa yang menjadi kebiasaan kakaknya, insya Allah dia akan mulai terbiasa mengikuti.
Anak-anak Sholih hebat yang sudah bisa makan sendiri. Kelak, ketika ibu mungkin sudah tidak mampu memberdayakan kalian, ibu berharap apa yang ibu ajarkan akan menjadikan kalian sanggup menghadapi dunia ini dengan kaki kalian sendiri.

#Level2

#KuliahBunSayIIP

#MelatihKemandirian

#32 Passion: Zumba Dance !

Tidak mudah memang ketika bisa menemukan olahraga apa yang bisa membuat kita bergairah ketika melakukannya.

Dan tentu saja, gairah olahraga tidak selamanya sama. Ketika masih gadis, kebiasaan jogging dan basket, serta sepak bola terasa menyenangkan.

Tapi seiring dengan pertambahan umur, kebutuhan ingin kembali tampil cantik dan sexy, menjadikanku ingin mengurangi kalori berlebih juga mengecilkan perut buncit yang telah semakin besar dengan pertambahan kelahiran anak hingga si kecil Irbaadh yang baru lahir Mei lalu.

Setelah berkelana mencoba beberapa olahraga, ternyata kenyamanan tertinggi saat ini adalah senam dan zumba dance!

Salah satu gerakan zumba untuk mengecilkan perut buncit 😎

Layaknya orang jatuh cinta, ketertarikan tentu memberikan rasa penasaran yang besar, ketika tidak bertemu memberikan rasa rindu, demikian yang saya dapati ketika tidak berolahraga yang satu ini.. rindu mencari video baru untuk ber-zumba ria, rindu untuk meluangkan waktu ber-zumba beberapa menit setiap hari. 

Ah, benar-benar virus jatuh cinta!

Saya rindu ketika ada orang yang spontan mengakui tubuh saya masih sama dengan sebelum melahirkan tiga putra. Ah, bahagianya seperti dapat undian. Tiba-tiba dipuji tapi senangnya sampai ke ubun-ubun 🙂

Ternyata bisa tetap tampil seperti usia belasan meski sudah hampir mencapai akhir usia kepala 2 itu memberikan efek kebahagiaan berbeda buat wanita seperti saya.

Ini hasil Googling saya ya tentang zumba. Semoga sedikit memberikan gambaran 😉

Asal Muasal Zumba

Zumba diciptakan oleh instruktur aerobic dari Columbia bernama Alberto ”Berto” Perez pada tahun 1990. Awalnya Berto lupa membawa kaset ketika hendak mengajar senam, kemudian ia mengakalinya dengan menggunakan musik upbeatyang disimpan dalam mobil. Tarian fitness tersebut akhirnya dikenal dengan nama Zumba.

Zumba populer tahun 2003 di Amerika dan diibawa ke Indonesia pada tahun 2009 , namun mulai diminati oleh masyarakat Indonesia baru sejak awal tahun 2012.

Arti Nama Zumba

Nama zumba diambil istilah dari kata ”zum-zum“ yang dalam bahasa Kolumbia berarti gerakan cepat.
Karena merupakan gabungan musik dan tarian latin dengan step aerobik, maka gerakan-gerakan yang dilakukan merupakan gabungan gaya dari tarian Samba, Cumbia, Merengue, Salsa, Reggae, Hip-hop, Mambo, Rumba, Flamenco, dan Calypso.   Oleh karenanya gerakan yang tercipta terasa lebih fun.

Gerakan Zumba

Gerakan Zumba memang terkesan santai, namun tetap tidak dilakukan secara asal. Porsi gerakan yang diadopsi oleh olahraga ini; 70% dansa dan 30% fitness. Saat melakukan Zumba, kita tidak akan diajarkan gerakannya terlebih dulu, melainkan langsung mengikuti gerakan instruktur. Hal tersebut tak perlu dijadikan masalah karena dalam Zumba yang terpenting adalah enjoy the music.

Karena berbentuk tarian, terlebih lagi dilakukan minimal selama satu jam, gerakan paling banyak dalam Zumba dance adalah kardio. Seperti meloncat, berputar, bergerak cepat dan lain sebagainya. Selain kardio, Zumba dance juga dikombinasikan dengan gerakan pengencangan otot-otot tubuh, seperti otot perut, punggung, paha, betis, dan pectoralis.    Gerakan-gerakan Zumba terfokus pada pinggul, pinggang, dan kaki sehingga bagus untuk pembentukan postur dan lekukan tubuh. Pada akhirnya postur dan lekukan tubuh yang baik akan membuat kita menjadi lebih percaya diri.

Sumber: ensiklo

Perkembangan Zumba

Dulu, gerakan zumba menggunakan musik Latin, salsa, meringue, rumba, hingga reggaeton. Tapi dalam lima tahun terakhir, genre musik internasional dan bollywood kerap disertakan. Bahkan, penyanyi internasional seperti Pitbull, Daddy Yankee, Wyclef menciptakan musik khusus untuk Zumba yang kini dipakai oleh banyak orang.

Manfaat zumba

Membakar kalori adalah keuntungan terbesar saat melakukan latihan zumba. Latihan ini bisa membakar kalori antara 500 -800 kalori dalam setiap kelas yang selama satu jam. Anda dapat melakukan zumba sekali sehari atau dua kali sehari, sesuai keinginan Anda.

Keuntungan zumba untuk psikologi dan fisik

Kita sudah tahu keuntungan zumba untuk membakar kalori dan latihan tubuh total yang luar biasa. Sementara, untuk psikologis zumba menjadi obat bahagia, terutama untuk menghilangkan stres dan rasa bosan.

Sumber: okezone

Ini saya berikan link Zumba dance yang pertama saya sukai ya, recommended for beginner 🙂

Marlon Alves

Sisanya bisa sambil download di YouTube dengan keyword “zumba dance” ya, happy zumba~~!!

#31 a Journey from a Women to a Wife and a Mother

Ketika hati terus menerus mencari, kelak ia akan menemukan kebenaran. Ketika hati yang fitrahnya menjadi baik terus berpetualang, maka bertemu dengan kemaksiatan di tengah jalan pun, insya Allah ia akan kembali kepada kebaikan dengan izin dan kehendak Allah.

Fitrah seorang wanita adalah menyayangi dan mencintai keluarganya. Sesulit apapun beban berat yang dihadapi di masa kecil, pengalaman pahit yang terukir dalam alam bawah sadar, kesedihan bertumpuk yang tertimbun karena tumpukan memori tidak bahagia, sejatinya setiap wanita diciptakan Allah dengan kelembutan hati, begitupun. Dengan kelembutan lisan, kecuali bagi wanita beriman yang menjaga diri dan perkataannya agar tidak menimbulkan keinginan pada orang yang berpenyakit hatinya.

يَا نِسَاءَ النَّبِيِّ لَسْتُنَّ كَأَحَدٍ مِنَ النِّسَاءِ ۚ إِنِ اتَّقَيْتُنَّ فَلَا تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِيَا نِسَاءَ النَّبِيِّ لَسْتُنَّ كَأَحَدٍ مِنَ النِّسَاءِ ۚ إِنِ اتَّقَيْتُنَّ فَلَا تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ وَقُلْنَ قَوْلًا مَعْرُوفًا

Hai isteri-isteri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah perkataan yang baik .

Qur’an Surah Al Ahzab:32

Suami dan anak-anak adalah tempat bagi wanita mencurahkan kasih sayang yang utama, bahkan orangtua pun menempati posisi sesudahnya.

Dalam perjalanan mencari jati diri, menemukan misi spesifiknya bagi keluarga dan memberikan kebermanfaatan pada sekitar, sebagian besar wanita memilih tidak berhenti belajar meskipun telah disibukkan dengan urusan rumah tangga.

Bagiku, perjalanan untuk belajar itu tidak pernah berhenti. Perjalanan mencari tau apa yang mampu menyenangkan hati suami dan anak-anak. Perjalanan menjadi istri dan ibu yang mampu menemani mereka di saat susah maupun senang. Kebersamaan di saat susah itu mudah, justru lebih sulit ketika membersamai ketika senang. Karena tabiat manusia suka berbagi kebahagiaan dengan orang-orang yang disayanginya saja.

Perjalanan menjadi seorang istri baru kumulai. Meski mungkin cukup terlambat memulai, ketika waktu untuk menjadi istri Sholihah penyejuk hati suami itu justru hampir hilang. Ketika waktu untuk mengabdi itu hampir saja usai. Ketika kebersamaan sudah mencapai batas menuju perpisahan.

6 tahun bukan waktu singkat mengenal suami luar dan dalam. Banyak keburukan yang ingin kubuang jauh-jauh. Banyak aib yang tidak ingin kuakui. Di mata orang yang jatuh cinta, segala keburukan tetaplah menjadi indah, meskipun sering kali menyakitkan.
Bagiku, terbangun pagi ini, masih tetap sama dengan ketika terbangun di pagi 6tahun lalu. Yang membuatnya berbeda adalah, bahwa setiap aku terbangun, ingatan akan keburukan dan aib suami menjadi cambuk bagiku untuk terus belajar menjadi baik.

الْخَبِيثَاتُ لِلْخَبِيثِينَ وَالْخَبِيثُونَ لِلْخَبِيثَاتِ ۖ وَالطَّيِّبَاتُ لِلطَّيِّبِينَ وَالطَّيِّبُونَ لِلطَّيِّبَاتِ ۚ أُولَٰئِكَ مُبَرَّءُونَ مِمَّا يَقُولُونَ ۖ لَهُمْ مَغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ

Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula). Mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh itu). Bagi mereka ampunan dan rezeki yang mulia (surga).

Qur’an Surah An Nisa: 26

Aku masih yakin, setiap wanita yang baik akan dipasangkan dengan laki-laki yang baik. Begitupun setiap kali aku menemukan keburukan dan aib suami, semakin menguatkan rasa syukurku.

Aku mencintai manusia dan aku pun juga mempunyai aib dan keburukan yang kurang lebih sama. Aku tidak lebih baik dari suamiku. Tapi rasa mencintai suami, justru semakin membesar setiap harinya.

Anak-anak kami pun, tetaplah manusia, dengan segala fitrah kebaikan dan keburukan yang ada. Bagaimana ketika kepolosan kebaikan hati mereka bisa terus dipupuk menjadi ketulusan, yang terpancar dari sikap, perkataan dan hati mereka.

Perjalananku menjadi ibu masih terlalu panjang. Masih banyak perbaikan yang perlu kulakukan. Masih banyak momen pembentukan dan penguatan fitrah kebaikan yang harus dicontohkan pada mereka. Meskipun sebenarnya, fitrah kebaikan ku meredup oleh waktu, tapi fitrah kebaikan anak-anak justru memberikan pelajaran hidup buatku.

Aku, sedang belajar menjadi istri dan ibu, belajar pada setiap orang yang kutemui. Tidak selalu belajar pada wanita-wanita bersuami, namun juga bisa belajar pada wanita-wanita yang sudah tidak lagi bersuami, atau bahkan wanita-wanita yang belum bersuami.

Setiap kebaikan yang kita dengar, selayaknya jangan melihat pada siapa yang mengucapkan, tapi melihat pada kebaikan dan kemanfaatan atas apa yang disampaikan, tidak perlu lagi melihat dahulunya dia seburuk dan sehina apa di mata manusia.
Setiap manusia memiliki fitrah kebaikan, dan biarlah hanya kebaikan-kebaikan itu saja yang kita terima dari orang lain.

Aku, sedang dalam perjalanan panjang menjadi seorang istri dan ibu, dimana surga adalah puncak kenikmatan akhir yang kutuju. 🙂

#30 Kau Tulis Aku Dirindukan

Ada banyak malam, aku bergumam sendiri, ditemani ‘tabungan amal jariyah’ kita.

Ada banyak malam, aku bercerita banyak. Tanpa pendengar, kecuali Tuhan

Sendiri. Gelap. Sunyi

Suara tawa canda anak-anak kita diluar bagai suara latar. Tapi suara hatiku terus berkata-kata, meski tentu tak akan pernah terdengar olehmu.

Malam itu entah kapan, aku pun lupa.

Malam itu kau yakinkan aku untuk maju.

Malam itu kau bilang, Iya kita menikah saja.

Malam itu kau jawab iya atas ajakanku mengisi separuh agama kita.

Malam itu membahagiakan, meskipun tetap kita tidak tau apa yang akan terjadi ke depan.
Malam yang lain kau datang, menyampaikan ingin kembali mengisi separuh agamamu dengannya yang lain.

Malam yang lain, entah aku memang lupa atau karena aku ingin melupakannya.

Malam yang lain, aku kembali berdialog dengan Tuhan.

Malam yang lain ketika kau tidak mengisi kekosongan malam-malamku, kugantikan dengan mengisi kenanganmu memenuhi hatiku.

Malam yang lain ketika kau kembali tidak mau hadir untukku, kuhadirkan cinta 6 tahun lalu untukmu.

Bukan aku yang tidak membuka diri. Tapi kamu yang belum membiarkan aku masuk memahami dirimu.

Bukan aku yang stagnan dengan cinta, tapi kamu yang tidak lagi dinamis berusaha memahami ku dan memilih mencari di luar sana. Padahal sejatinya dua orang yang saling jatuh cinta akan terus menghidupkan hatinya dengan mensyukuri kelebihan, terutama kekurangan pasangannya.

Malam itu, aku ragu melangkah maju. Tapi engkau menguatkan untuk maju.

Malam yang lain, ketika kamu ingin maju mengejar kebahagiaanmu, aku meskipun ragu, tapi menguatkan diriku untuk mendukungmu maju.
Malam ini, jika aku memang tidak ada dalam rencana bahagiamu hingga tua renta, maka biarlah kita mengejar bahagia kita masing-masing.

Cinta yang dulu menyatukan kita, cinta yang sekarang bisa memisahkan kita.

Kau simpan aku sebagai ibu dari anak-anakku, kusimpan kau sebagai ayah dari anak-anakku.

Kusimpan kau sebagai suami tersayangku, kau simpan aku sebagai istri tersayangmu.

Kutetap menyimpanmu sebagai suami tersayangku, dan kuubah diriku menjadi istri yang tak diinginkan bagimu. Kau kembalikan aku menjadi istri yang dirindukan bagimu.

Jika aku benar-benar kau rindukan, dinamislah pada hatimu. Kita yang dahulu tentu akan bergerak maju.

Orang yang merindu, akan mencari tau isi hati orang yang dirindukan. Orang yang merindu akan betah berlama-lama dengan orang yang dirindukan.

Rindu itulah kata kerja, yang membuatmu dinamis mencari tau, yang membuatmu bergerak melakukan berbagai upaya untuk selalu membersamaiku, yang membuatmu rela kehilangan waktu pentingmu demi merekam kenangan bersamaku.
Rindu yang kau tulis, yakinkan aku jika benar kau merindukanku. Tidak ada satu waktu kita terpisah jarak untuk benar-benar saling merindu. Tidak ada satu waktu panjang dimana kita benar-benar mampu meraba hati mencari tau.

6 tahun lalu, ketika kau meyakinkanku untuk maju bersama, kini, yakinkan aku lagi bahwa aku memang selalu kau rindukan untuk membersamaiku selalu hingga ke surga.

Happy anniversary, yang.. 6 tahun ini semoga terus dapat saling menguatkan jalan panjang kita..

Masa-masa penuh cinta dulu, semoga lebih menggebu, kini dan seterusnya.

Taqobbalallohu minna wa minkum, taqobbal yaa Kariim..
semoga Allah menerima (puasa)ku dan (puasa)mu.. 🙂

‘Id fithri tahun ini pertama kalinya bisa keluar NTT, sejak 2 tahun lalu saya cuma bisa ‘id fithri di NTT. ‘id fithri pertama di NTT, saya dan suami masih di Ende. Saya dalam posisi hamil muda mas Ubaid yang memang mual muntah sampai menjelang usia kehamilan masuk bulan ke-3. 1432H itu pun menyisakan hutang puasa 11 hari. Tahun berikutnya, rencana mudik ke Balikpapan. Usia mas Ubaid baru 4 bulan, berhubung keluarga besar di Balikpapan belum pernah ketemu mas Ubaid sejak lahir, akhirnya kami putuskan mudik untuk mengobati kerinduan kakek nenek om tantenya disana. Qoddarullah, sepanjang perjalanan pesawat Ende-Kupang, suami muntah *maaf* mencret terus, akhirnya diputuskan untuk periksa ke petugas kesehatan bandara. Akhirnya pun harus dirujuk ke RS untuk pemeriksaan lebih lanjut. Qoddarullah memang harus berhenti di tengah perjalanan. Suami harus operasi usus buntu saat itu juga. Tiket pesawat lanjutan Kupang-Balikpapan pun dibatalkan, alhamdulillah dengan surat keterangan sakit dari bandara tiket bertiga bisa di-refund full 100%. 🙂
Tahun ini, alhamdulillah rencana mudik ke Semarang lancar jaya. Sampai di Semarang, mas Ubaid jadi pusat perhatian. Mas Ubaid yang baru 16bulan memang lagi lucu-lucunya, tingkahnya yang menggemaskan dan tidak rewel membuat seluruh keluarga senang. “aleman, nda nakal kaya shasha(adek sepupunya,pen)”. Sekalian mudik memang kami rencana mau periksa kehamilan putera kedua kami. Secara biologis masuk 19w, tapi menurut bidan di puskesmas Mbay(kab.Nagekeo,NTT), ukurannya terlalu besar dalam rabaan tangan, juga sudah terdengar denyut, seharusnya 4bulan tapi seperti usia 5bulan, karena itu kami diminta periksakan ke spesialis kandungan agar lebih tercover kondisi realnya. alhamdulillah, setelah nyari informasi sampailah di RSIA Hermina Pandanaran, Semarang. ada dr.Widi (dokternya cantik banget juga lembut, pen.). Beliau bilang kondisi bayi dan ukuran pas sesuai usia kehamilan, jadi bayi pertama besar belum tentu yang kedua besar juga, jadi saya tidak perlu diet sama sekali. Berita baiknya, “kayaknya cowok lagi, bu”, kata dr.Widi sembari tersenyum menunjuk letak kelamin di layar USG. alhamdulillah… sekarang hati sudah tenang, mari lanjut silaturahmi ke keluarga besar. dari Nagekeo, Ende, Kupang, Surabaya, Semarang, sampai Purwodadi… indahnya mudik tahun ini, qoddarullah wa masyaa fa’al, rencana Allah selalu indah 🙂
Maaf lahir bathin ya teman-teman

behind the scene nya: mbawa anak mudik dari NTT ke jawa atau kalimantan itu super duper cuapeknya, mesti nunggu diatas 2tahun kayaknya, melihat daya tahan tubuhnya ketemu perubahan cuaca, juga lelah di jalan. Mas Ubaid udah 3 hari ini diare, 2 hari lalu muntah juga cuma setelah distop minum susu dia udah ga muntah lagi (sepertinya intoleransi susu untuk sementara waktu). Repotnya karna minta gendong terus, dan bangun bisa setiap satu jam skali di tengah malam, mesti ekstra sabar nunggunya.. qoddarullah, pengalaman mudik jauh, smoga setelah besar tubuhnya sehat dan kuat untuk pergi-pergi jauh, insya Allah..#husnudzon 🙂